Pada tahun 2015, pemerintah Indonesia melarang penjualan minuman alkohol dengan kadar alkohol (ABV) antara 1-5% dari mini market, warung, dan kios. Menurut Diageo, produsen bir terbesar kedua di Indonesia, pemberlakuan larangan ini mempunyai dampak komersial langsung, sedangkan Multi Bintang (MB), produsen bir terbesar di Indonesia, dan divisi dari Heineken, juga melaporkan penurunan penjualan. Banyak wilayah di Indonesia kini tidak lagi mempunyai akses ke pasar swalayan yang diperbolehkan untuk menjual bir. LARANGAN PADA MINI MARKET INDONESIA MENDORONG INVESTASI PADA BIR NON-ALKOHOL Produsen bir dunia terus berupaya menargetkan umat Muslim di seluruh dunia dengan menyediakan bir non-alkohol (NAB) yang memberikan kesempatan untuk mencicipi “keglamoran Barat”, tetapi tetap konsisten dengan nilai Islam untuk menghindari kondisi mabuk. Peningkatan inovasi NAB berarti bahwa sepertiga dari semua bir baru yang diluncurkan di Indonesia sepanjang tahun 2016 merupakan bir non-alkohol dibandingkan dengan hanya satu dari 25 bir pada tahun 2014. SITUASI BISA LEBIH BAIK UNTUK BIR NON-ALKOHOL (ATAU LEBIH BURUK) Jumlah penduduk Islam di Indonesia diperkirakan akan tumbuh secara konsisten dalam beberapa dekade ke depan. Ini menyiratkan kepada pasar akan segudang potensi jangka panjang untuk NAB, terutama mengingat lingkungan peraturan Indonesia yang ketat untuk bir berkadar alkohol tinggi. Selain itu, produsen bir NAB kini juga menjual kepada generasi muda Muslim global yang jauh berbeda dengan generasi tua, dan secara aktif lebih menganut gaya hidup kebarat-baratan. Segmen NAB yang terus bertumbuh juga diuntungkan jika anggota parlemen Islam sukses dalam upaya mereka saat ini untuk meloloskan RUU yang bahkan lebih ketat melalui DPR. Ini akan memberlakukan larangan sepenuhnya pada produksi, distribusi, dan konsumsi alkohol dengan kadar alkohol (ABV) antara 1% hingga 55% yang saat ini tersedia di pasar swalayan, restoran, kafe, dan hotel besar. Bahayanya untuk investor adalah jika RUU tersebut lolos – dan terdapat banyak upaya oleh para konservatif dalam beberapa tahun terakhir untuk mendorong kebijakan pelarangan tersebut – yang berarti langkah pertama menuju pelarangan pada NAB juga. Bagaimanapun, pemerintah menjelaskan larangan pada penjualan alkohol di mini market dimaksudkan untuk “melindungi moral dan budaya masyarakat Indonesia”. Penjelasan ini dapat dengan mudah dibantah oleh anggota parlemen konservatif bahwa NAB menciptakan hasrat untuk mencoba bir yang sebenarnya dan bahkan mungkin nantinya akan mendorong konsumen untuk memasuki pasar gelap yang dinamis untuk alkohol.